Gambar

Gambar

Kamis, 21 Mei 2015

Ajaran Hindu Dharma tentang Etika (Susila)



FILSAFAT TAT TWAM ASI
              Tat Twam Asi Dalam Kehidupan Tat Twam Asi berasal dari bahasa sansekerta. Tat artinya: itu (ia), Twam artinya: kamu, dan Asi artinya: adalah. Tat Twam Asi adalah kata-kata dalam filsafat Hindu yang mengajarkan kesosialan yang tanpa batas karena diketahui
bahwa “ia adalah kamu” saya adalah kamu dan segala mahluk [1]
adalah sama memiliki Atman yang bersumber dari Brahman, sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Tat Twam Asi adalah ajaran moral yang bernafaskan ajaran agama Hindu. Filosofi yang diajarkan dalam Ajaran Tat Twam  Asi sangatlah bagus untuk dijadikan pedoman dalam menjalani lika-liku kehidupan di Dunia ini.[2]
                Tat Twam Asi adalah ajaran moral yang bernafaskan ajaran agama Hindu. Filosofi yang diajarkan dalam Ajaran Tat Twam  Asi sangatlah bagus untuk dijadikan pedoman dalam menjalani lika-liku kehidupan di Dunia ini.
            Manusia dalam hidupnya memiliki berbagai macam kebutuhan hidup yang dimotifasi oleh keinginan(kama) manusia yang bersangkutan. Sebelum manusia sebagai makhluk hidup itu banyak jenis, sifat, dan ragamnya, seperti manusia sebagai makhluk, individu, sosial, religius, ekonomis, budaya, dan yang lainnya. Semua itu harus dapat dipenuhi oleh manusia secara menyeluruh dan bersamaan tanpa memperhitungkan situasi dan kondisinya serta keterbatasan yang dimilikinya, betapa susah yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Disinilah manusia perlu mengenal dan melaksanakan rasa kebersamaan, sehingga seberapa berat masalah yang dihadapinya akan terasa ringan.            
            Dengan memahami dan mengamalkan ajaran Tat Twam Asi, manusia akan dapat merasakan berat dan ringan hidup dan kehidupan ini.Semua diantara kita ini tahu bahwa berat dan ringan Rwabhineda itu ada dan selalu berdampingan adanya, serta sulit dipisahkan keberadaanya. Demikian adanya maka dalam hidup ini kita hendaknya selalu sering tolong menolong, merasa senasib dan sepenanggungan.[3]
            Kita semua yang tercipta dan lahir di Dunia ini adalah sama.Berasal dari satu sumber, yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sebagai contoh, berikut ada sebuah cerita yang mengajarkan kita mengenai kebenaran dasar dari ajaran Tat Twam Asi.
            Jiwa sosial ini seharusnya diresapi dengan sinar-sinar kesusilaan tuntunan Tuhan dan tidak dibenarkan dengan jiwa kebendaan semata.Ajaran Tat Twan Asi selain merupakan jiwa filsfat social, juga merupakan dasar dari tata susila Hindu di dalam usaha untuk mencapai perbaikan moral. Susila adalah tingkah laku yang baik dan mulia untuk membina hubungan yang selaras dan rukun diantara sesama makhluk hidup lainnya yang diciptakan oleh Tuhan. [4]
            Sebagai landasan/pedoman guna membina hubungan yang selaras, maka kita mengenal, mengindahkan, dan mengamalkan ajaran moralitas itu dengan sungguh-sungguh sebagai berikut:
                  Kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran/norma-norma masyarakat yang timbul dari hatinya sendiri (bukan paksaan dari luar).
                  Rasa tanggung jawab atas tindakannya itu lebih mendahulukan kepentingkan umum dari pada kepentingan pribadi.
Tata susila sering juga disebut dengan ethika (sopan santun). Ethika itu dapat diterapkan sesuai dengan tujuannya, bila manusia memiliki wiweka, yitu kemampuan membedakan dan memilih diantara yang baik dengan yang buruk , yang benar dengan yang salah dan lain sebagainya. Demikianlah tata susila dengan wiweka, keduanya saling melengkapi kegunaanya dalam hidup dan kehidupan ini.
Bila ajaran Tat Twam Asi dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara menyeluruh dan sungguh-sungguh, dalam sifat dan prilaku kita maka kehidupan ini akan menjadi sangat harmonis satu dengan yang lainnya diantara kita dapat hidup saling menghormati, mengisi dan damai. Demikianlah ajaran Tat Twam Asi patut kita pedomi, cermati dan amalkan kehidupan sehari-hari ini.
            PENGERTIAN CHUBAKARMA (PERBUATAN BAIK)
            Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan diterimanya. Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.[5]
           
Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu:
            1 Sancita Karmaphala Phala dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
            2 Prarabda Karmaphala Phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.
            3 Kriyamana Karmaphala Phala perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.

         Dengan pengertian tiga macam Karmaphala itu maka jelaslah, cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Karmaphala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah Surga, sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang diterimanya.  
Dalam pustaka- pustaka dan ceritera- ceritera keagamaan dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas, alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati Surga atau neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju Moksa.[6]
            Menurut ajaran agama (dharma) yang diwahyukan ke dunia dengan perantaraan para Maha Resi, maka segala baik buruk kegiatan (subha karma atau asubha karma) akan membawa akibat tidak saja di dalam hidup sekarang ini tetapi juga di akhirat (Surga dan neraka). Setelah atma (roh) dengan suksma sarira (badan astral) terpisah dari stula sarira (badan wadag) dan membawa akibat pula dalam penjelmaan yang akan datang (Punarbhawa), maka atma bersama dengan suksma sariranya bersenyawa lagi dengan stula sarira. Sang Hyang Widhi Wasa menghukumnya dengan hukum yang bersendikan Dharma. Dan Dia akan merahmati atma seseorang yang berjasa dan yang melakukan amal kebajikan yang suci (subha karma) dan Diapun akan mengampuni atma seseorang yang pernah berbuat dosa, bila ia tobat dan tawakal serta tidak akan melakukan dosa lagi.
           
              Tuhan Yang Maha Tahu bergelar Yamadipati (pelindung Agung Hukum Keadilan) yang selalu menjatuhi hukuman kepada atma yang tiada henti- hentinya melakukan kejahatan atau dosa dan memasukkannya ke dalam neraka.[7]
            Di sini atma itu menerima hasil perbuatannya berupa neraka. Adapun penjelmaan atma semacam ini adalah sangat nista dan derajatnya pun semakin merosot, jika ia selalu berbuat jahat.
Acubhakarma (Perbuatan Tidak Baik)
                  Acubhakarma adalah segala tingkah laku yang tidak baik yang selalu menyimpang dengan Cubhakarma (perbuatan baik). Acubhakarma (perbuatan tidak baik) ini, merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu segala bentuk perbuatan yang selalu bertentangan dengan susila atau dharma dan selalu cenderung mengarah kepada kejahatan. Semua jenis perbuatan yang tergolong acubhakarma ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di dalam hidup ini. Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma ini menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita.
Achuba kamma dalam agama Hindu juga terdiri dari :
      Tri Mala : yang dimana tri mala ini merupakan tiga bentuk dari perilaku manusia tersebut.
      Catur Pataka :  yang dimana tingkatan dosa sesuai jenis kamma yang dilakukannya.
      Panca Bahya Tusti :  ini merupakan sifat kepuasan yang terdapat diduniawi.
      Panca Wiparyaya :  ini merupaka kesalahan manusia yang tidak disengaja atau tanpa disadari apa yang telah ia perbuat.
      Sad Ripu : ini merupakan enak jenis musuh atau sifat yang terdapat dalam diri manusia.
      Sad Atatayi : ini merupakan pembunuhan yang kejam yang dimana seperti fitnah dan sebagainya.
      Sapta Timira : ini merupakan sifat kesombongan orang apa yang ia punya sepenuhnya dan menjadi sifat pikiran gelap yang terdapat dalam agama hindu.
      Dasa Mala : yang dimana sad mala ini sifat orang yang mudah putus asa apa yang telah ia lakukannya , padahal belum tentu hasil itu buruk buat dia.

DAFTAR PUSTAKA
Hadiwiyono, Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989.
Pendit , Nyoman S., Aspek-Aspek Agama Hindu. Jakarta: Manikgeni, 1993.
Pudja, Gede, Pengantar Agama Hindu II.
Sura, Gede, I,  Pengendalian Diri dan Etika Dalam Ajaran Hindu. 1985.

Ajaran Budha Dharma tentang Manusia dan Alam

Penciptaan Manusia
            Didalam Agama Budha mengajarkan Sari Panchamabutha yang dimana sari ether, hawa, api, air dan bumi bersatu menjadi sadarsa (enam rasa), yaitu rasa manis, asam, pahit, pedas, asin, dari sini bercampurlah semua unsur yang lain, didalam percampuran terdapatlah dua unsur benih kehidupan yaitu mani wanita (swanita) dan mani laki-laki (sukla). Dari sinilah penciptaan manusia muncul.[1]
            Didalam agama budha manusia pertama disebut dengan nama swayabhu-manu, tetapi ini bukan nama perorangan melainkan sebutan saja, dalam bahasa sansekerta swayabhu ialah yang menjadi diri sendiri dan manu ialah makhluk berfikir yang menjadikan dirinya sendiri. Jadi manu dalam agama budha hanyalah kata istilah manusia, menurut agama budha semua manusia adalah manusia
Penciptaan Manusia
            Didalam Agama Budha mengajarkan Sari Panchamabutha yang dimana sari ether, hawa, api, air dan bumi bersatu menjadi sadarsa (enam rasa), yaitu rasa manis, asam, pahit, pedas, asin, dari sini bercampurlah semua unsur yang lain, didalam percampuran terdapatlah dua unsur benih kehidupan yaitu mani wanita (swanita) dan mani laki-laki (sukla). Dari sinilah penciptaan manusia muncul.[2]
            Didalam agama budha manusia pertama disebut dengan nama swayabhu-manu, tetapi ini bukan nama perorangan melainkan sebutan saja, dalam bahasa sansekerta swayabhu ialah yang menjadi diri sendiri dan manu ialah makhluk berfikir yang menjadikan dirinya sendiri. Jadi manu dalam agama budha hanyalah kata istilah manusia, menurut agama budha semua manusia adalah manu.
Jadi dalam agama Budha kehidupan manusia ini diibaratkan seperti rantai. Ada 12 mata rantai kehidupan manusia yaitu:[3]
       Avijja (kebodohan batin).
       Sankhara (bentuk-bentuk karma).
       Patisando Vinarna (kesadaran).
       nama dan raga (batin dan jasmani)
      Salayatana (enam landasan India).
       Phassa (kortex).
      Vidana (perasaan).
       Tantra (nafsu keinginan).
       Upadana (melekat).
       Bhava (terus menjadi tumbuh).
       jati (kelahiran).
       Jasa Marana (tua dan mati).
      Penciptaan Alam
Alam semesta memiliki luas yang tidak terkira dan apa yang ada di dalamnya pun tidak terhitung jumlahnya. Namun semua yang terkandung di dalam alam semesta memiliki dasar penyusun yang sama. Dalam Buddhisme, ada tiga komponen yang menyusun hakekat alam semesta, yaitu Citta, Cetasika, dan Rupa.[4]
Didalam agama budha terdapat yang namanya Tilakhana yaitu tiga corak umum dan pancakhanda yang artinya lima kelompok kehidupan, didalam tilakhana terdapat yang namanya Anicca (Ketidak kekalan) yang dimana alam semesta ini mengalami banyak perubahan yang tidak ada putus-putusnya. Tidak ada satupun yang tetap sama untuk selama satu saat yang berturut-turut. Realitas alam semesta ini bukanlah merupakan suatu kolam yang tenang, akan tetapi merupakan suatu arus/aliran yang mengalir deras.[5]
Sejak saat permulaan terbentuknya alam, kehancuran telah membayangi dan dapat dipastikan bahwa suatu saat akan hancur kembali tidak berbekas. Ketidak-kekalan ini yang diajarka dalam agama budha bukanlah suatu yang direka-reka atau yang dibuat-buat, akan tetapi merupakan kenyataan , fakta, yang dirasakan dan dialami dengan jelas sekali dalam kehidupan kita sehari-hari.
Hubungan Manusia dan Alam dalam Agama Budha
             Hubungan Manusa dan alam sangat keterkaitan yang dimana dalam agama budha juga ada yang namanya Paticca Sammupada yang dimana setiap kejadian selalu bergantung pada kejadian lain. Jadi segala sesuatu yang terdapat didalam alam semesta ini dapat dikembalikan kedalam rangkain sebab akibat. Jadi apabila manusia dengan alam nya baik atau kamma nya baik menghasilkan baik pula, apabila manusia dengan alamnya buruk atau kammanya buruk menghasilkan yang buruk juga.

DAFTAR PUSTAKA
Swabodhi, Harsa, Budha Dharma&Hindu Dharma, Analogi Filsafat, Etika dan Puja. Sumatera Utara:Yayasan Perguruan Budaya, 1980.
Cudamani, Pengantar Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi,  Jakarta: Yayasan Wisma Karma, 1987.
Hadiwiyono, Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989.