FILSAFAT TAT
TWAM ASI
Tat Twam Asi Dalam Kehidupan Tat Twam Asi berasal
dari bahasa sansekerta. Tat artinya: itu (ia), Twam artinya: kamu, dan Asi
artinya: adalah. Tat Twam Asi adalah kata-kata dalam filsafat Hindu yang
mengajarkan kesosialan yang tanpa batas karena diketahui
bahwa “ia adalah kamu” saya adalah kamu dan segala
mahluk [1]
adalah sama memiliki Atman yang bersumber dari
Brahman, sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan
menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Tat Twam Asi adalah ajaran
moral yang bernafaskan ajaran agama Hindu. Filosofi yang diajarkan dalam Ajaran
Tat Twam Asi sangatlah bagus untuk dijadikan pedoman dalam menjalani
lika-liku kehidupan di Dunia ini.[2]
Tat
Twam Asi adalah ajaran moral yang bernafaskan ajaran agama Hindu. Filosofi yang
diajarkan dalam Ajaran Tat Twam Asi sangatlah bagus untuk dijadikan
pedoman dalam menjalani lika-liku kehidupan di Dunia ini.
Manusia
dalam hidupnya memiliki berbagai macam kebutuhan hidup yang dimotifasi oleh
keinginan(kama) manusia yang bersangkutan. Sebelum manusia sebagai makhluk
hidup itu banyak jenis, sifat, dan ragamnya, seperti manusia sebagai makhluk,
individu, sosial, religius, ekonomis, budaya, dan yang lainnya. Semua itu harus
dapat dipenuhi oleh manusia secara menyeluruh dan bersamaan tanpa
memperhitungkan situasi dan kondisinya serta keterbatasan yang dimilikinya,
betapa susah yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Disinilah manusia
perlu mengenal dan melaksanakan rasa kebersamaan, sehingga seberapa berat
masalah yang dihadapinya akan terasa ringan.
Dengan
memahami dan mengamalkan ajaran Tat Twam Asi, manusia akan dapat merasakan
berat dan ringan hidup dan kehidupan ini.Semua diantara kita ini tahu bahwa
berat dan ringan Rwabhineda itu ada dan selalu berdampingan adanya, serta sulit
dipisahkan keberadaanya. Demikian adanya maka dalam hidup ini kita hendaknya
selalu sering tolong menolong, merasa senasib dan sepenanggungan.[3]
Kita
semua yang tercipta dan lahir di Dunia ini adalah sama.Berasal dari satu
sumber, yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sebagai contoh, berikut ada sebuah
cerita yang mengajarkan kita mengenai kebenaran dasar dari ajaran Tat Twam Asi.
Jiwa
sosial ini seharusnya diresapi dengan sinar-sinar kesusilaan tuntunan Tuhan dan
tidak dibenarkan dengan jiwa kebendaan semata.Ajaran Tat Twan Asi selain
merupakan jiwa filsfat social, juga merupakan dasar dari tata susila Hindu di
dalam usaha untuk mencapai perbaikan moral. Susila adalah tingkah laku yang
baik dan mulia untuk membina hubungan yang selaras dan rukun diantara sesama
makhluk hidup lainnya yang diciptakan oleh Tuhan. [4]
Sebagai
landasan/pedoman guna membina hubungan yang selaras, maka kita mengenal, mengindahkan,
dan mengamalkan ajaran moralitas itu dengan sungguh-sungguh sebagai berikut:
• Kelakuan
yang sesuai dengan ukuran-ukuran/norma-norma masyarakat yang timbul dari
hatinya sendiri (bukan paksaan dari luar).
• Rasa
tanggung jawab atas tindakannya itu lebih mendahulukan kepentingkan umum dari
pada kepentingan pribadi.
Tata susila sering juga disebut dengan
ethika (sopan santun). Ethika itu dapat diterapkan sesuai dengan tujuannya,
bila manusia memiliki wiweka, yitu kemampuan membedakan dan memilih diantara
yang baik dengan yang buruk , yang benar dengan yang salah dan lain sebagainya.
Demikianlah tata susila dengan wiweka, keduanya saling melengkapi kegunaanya
dalam hidup dan kehidupan ini.
Bila ajaran Tat Twam Asi dapat diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara menyeluruh dan sungguh-sungguh,
dalam sifat dan prilaku kita maka kehidupan ini akan menjadi sangat harmonis satu
dengan yang lainnya diantara kita dapat hidup saling menghormati, mengisi dan
damai. Demikianlah ajaran Tat Twam Asi patut kita pedomi, cermati dan amalkan
kehidupan sehari-hari ini.
PENGERTIAN CHUBAKARMA (PERBUATAN BAIK)
Kita
percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik
dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi
seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya, demikian
pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan diterimanya.
Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku
kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita
yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.[5]
Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu:
1 Sancita
Karmaphala Phala dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis
dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
2 Prarabda
Karmaphala Phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya
lagi.
3 Kriyamana
Karmaphala Phala perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat
sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.
Dengan pengertian tiga macam Karmaphala itu maka jelaslah, cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Karmaphala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah Surga, sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang diterimanya.
Dalam pustaka- pustaka dan ceritera- ceritera
keagamaan dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas, alam suksma, alam
kebahagiaan, alam yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah alam
hukuman, tempat roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan
buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati Surga atau neraka, roh atau atma
akan mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebagai karya
penebusan dalam usaha menuju Moksa.[6]
Menurut
ajaran agama (dharma) yang diwahyukan ke dunia dengan perantaraan para Maha
Resi, maka segala baik buruk kegiatan (subha karma atau asubha karma) akan
membawa akibat tidak saja di dalam hidup sekarang ini tetapi juga di akhirat
(Surga dan neraka). Setelah atma (roh) dengan suksma sarira (badan astral)
terpisah dari stula sarira (badan wadag) dan membawa akibat pula dalam
penjelmaan yang akan datang (Punarbhawa), maka atma bersama dengan
suksma sariranya bersenyawa lagi dengan stula sarira. Sang Hyang Widhi
Wasa menghukumnya dengan hukum yang bersendikan Dharma. Dan Dia akan merahmati
atma seseorang yang berjasa dan yang melakukan amal kebajikan yang suci (subha
karma) dan Diapun akan mengampuni atma seseorang yang pernah berbuat dosa, bila
ia tobat dan tawakal serta tidak akan melakukan dosa lagi.
Tuhan Yang Maha Tahu bergelar Yamadipati (pelindung
Agung Hukum Keadilan) yang selalu menjatuhi hukuman kepada atma yang tiada
henti- hentinya melakukan kejahatan atau dosa dan memasukkannya ke dalam
neraka.[7]
Di
sini atma itu menerima hasil perbuatannya berupa neraka. Adapun penjelmaan atma
semacam ini adalah sangat nista dan derajatnya pun semakin merosot, jika ia
selalu berbuat jahat.
Acubhakarma
(Perbuatan Tidak Baik)
Acubhakarma adalah segala tingkah laku yang tidak
baik yang selalu menyimpang dengan Cubhakarma (perbuatan baik). Acubhakarma
(perbuatan tidak baik) ini, merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu segala
bentuk perbuatan yang selalu bertentangan dengan susila atau dharma dan selalu
cenderung mengarah kepada kejahatan. Semua jenis perbuatan yang tergolong
acubhakarma ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di dalam hidup
ini. Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma ini menyebabkan manusia berdosa
dan hidup menderita.
Achuba kamma dalam agama Hindu juga terdiri dari :
• Tri Mala : yang dimana tri mala ini merupakan tiga
bentuk dari perilaku manusia tersebut.
• Catur Pataka :
yang dimana tingkatan dosa sesuai jenis kamma yang dilakukannya.
• Panca Bahya Tusti :
ini merupakan sifat kepuasan yang terdapat diduniawi.
• Panca Wiparyaya :
ini merupaka kesalahan manusia yang tidak disengaja atau tanpa disadari
apa yang telah ia perbuat.
• Sad Ripu : ini merupakan enak jenis musuh atau sifat
yang terdapat dalam diri manusia.
• Sad Atatayi : ini merupakan pembunuhan yang kejam
yang dimana seperti fitnah dan sebagainya.
• Sapta Timira : ini merupakan sifat kesombongan orang
apa yang ia punya sepenuhnya dan menjadi sifat pikiran gelap yang terdapat
dalam agama hindu.
• Dasa Mala : yang dimana sad mala ini sifat orang
yang mudah putus asa apa yang telah ia lakukannya , padahal belum tentu hasil
itu buruk buat dia.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwiyono, Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989.
Pendit
, Nyoman S., Aspek-Aspek Agama Hindu.
Jakarta: Manikgeni, 1993.
Pudja, Gede, Pengantar
Agama Hindu II.
Sura, Gede, I, Pengendalian
Diri dan Etika Dalam Ajaran Hindu. 1985.