PEMBAHASAN
A. Kelahiran
Kembali (Tumimbal-lahir)
Pemikiran Buddhis, kelahiran kembali (tumimbal-lahir) akan terjadi pada
akhir kehidupan saat ini. Buddhis mengakui kelahiran kembali sebagai suatu
fakta. Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa seseorang yang telah
mengalami hidup berkali-kali pada masa lalu dan akan terus hidup pada masa yang
akan datang. Kelahiran kembali (tumimbal-lahir) merupakan suatu kenyataan dalam
pengertian Buddhisme walaupun kebanyakan orang mungkin tidak menyadari hal
tersebut. Keberadaan tentang adanya kehidupan masa sebelumnya dapat
dikonfirmasikan kepada orang yang telah melatih pikirannya melalui meditasi.[1]
Sang Buddha pada malam pencapaian Pencerahan-Nya, memperoleh kemampuan
melihat beberapa kehidupan Beliau sebelumnya. Beliau juga melihat makhluk hidup
mati pada suatu tahapan keberadaan dan makhluk hidup lahir pada tahapan
keberadaan lainnya, sesuai dengan karma yang dilakukannya. Sehingga hal ini
merupakan pengalaman pribadi Beliau yang diajarkan kepada para murid-Nya, yaitu
kebenaran tentang kelahiran kembali.
Sang Buddha bersabda, "Aku mengingat berjuta kali kelahiranKu dari
kehidupan yang lampau sebagai berikut: mula-mula 1 kehidupan, kemudian 2
kehidupan, kemudian 3, 4, 5, 10, 20 sampai 50 kehidupan, kemudian seratus,
seribu, seratus ribu dan seterusnya" (Majjhima Nikaya, Mahasaccaka Sutta
No. 36, I.248)
Buddhisme mengajarkan bahwa kelahiran, kematian dan kelahiran kembali
adalah merupakan suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Hal tersebut sama dengan proses berkelanjutan dari pertumbuhan, kerusakan
dan penggantian sel dalam tubuh seseorang. Menurut ahli kedokteran, setiap
tujuh tahun semua sel di dalam tubuh seseorang akan diganti dengan yang baru.
B. Proses Kematian
Pada saat kematian, dimana hidupnya telah tiada dan tubuhnya sudah tidak
bernyawa, maka pikirannya akan terpisah dari tubuh. Kematian merupakan suatu
kejadian yang tidak dapat dihindari oleh semua makhluk hidup, dan tidak ada
tempat persembunyian untuk menghindarinya.
Sang Buddha bersabda : " Tidak di langit, di tengah lautan, di
celah-celah gunung atau di manapun juga dapat ditemukan suatu tempat bagi
seseorang untuk menyembunyikan diri dari kematian. " (Dhammapada, 128).
Pada saat
kematian maka keinginan untuk hidup yang merupakan sumber ketidaktahuan (avidy
atau avijja) menyebabkannya untuk mencari keberadaan yang baru dan karma
yang dilakukannya pada kehidupan sebelumnya itu akan menentukan tempat
kelahiran kembali baginya.
Bagian tubuh
manusia dalam pengertian Buddhisme dapat dibagi atas empat unsur yaitu: padat (pathav),
cair(apo), panas (tejo), gerak (vayo) . Keempat unsur
tersebut diikuti oleh warna (vanna) bau (gandha), rasa (rasa),
pokok yang utama (oja) tenaga hidup (jivitindria) dan tubuh
(kaya). Kematian menurut pengertian Buddhisme adalah berhentinya kehidupan
batin dan jasmani (jivitindriya) dari setiap keberadaan individu, yaitu
lenyapnya kekuatan (ayu), panas (usma) dan kesadaran (vinnana).
Sehingga
kematian dapat dipandang sebagai suatu proses penghancuran yang menyeluruh atas
suatu makhluk hidup, walaupun suatu masa kehidupan tertentu berakhir tetapi
kekuatan yang sampai sekarang ini bergerak tidak dihancurkan. Hal ini dapat
diumpamakan seperti sebuah bola lampu listrik yang walaupun bola lampu itu
telah mati karena usang, aus, ataupun pecah, tetapi listriknya tetap mengalir.
Demikian juga aliran karma tetap bergerak dimana tidak terganggu oleh
kehancuran badan-jasmani, dan hilangnya kesadaran yang sekarang membawa pada
kemunculan dari suatu kesadaran yang baru dalam bentuk kelahiran yang lain.
Pengertian
Buddhisme Mahayana, seseorang yang meninggal akan tinggal dalam keadaan
alam perantara dalam satu, dua, tiga, lima, enam atau tujuh minggu, sampai hari
ke-49. Sehingga dalam Buddhisme Mahayana sering dikenal adanya berbagai praktek
ritual upacara kematian yang berlangsung setiap minggu sampai hari ke-49.
Secara garis
besar dapat dikelompokkan adanya Enam Alam Kehidupan di mana suatu makhluk
dapat dilahirkan kembali sesudah kematian, yaitu terdiri dari alam kehidupan
dewa, semi-dewa, manusia, binatang, hantu kelaparan dan neraka. Ini adalah gelompokan
secara umum dan di antara setiap kelompok tersebut, masih terdapat banyak
sub-kelompok. Enam alam kehidupan tersebut terdiri dari tiga alam kehidupan
yang boleh dikatakan alam kehidupan yang relatif bahagia, dan tiga lainnya
adalah kehidupan yang relatif sengsara. Alam kehidupan dewa, semi-dewa dan
manusia dapat dipertimbangkan lebih bahagia dan kurang menderita. Sedangkan
alam kehidupan binatang, hantu kelaparan dan neraka dipertimbangkan relatif
sengsara. Kehidupan di alam tersebut lebih banyak menderita karena ketakutan,
kelaparan, kehausan, kepanasan, kedinginan dan kesakitan.
Berdasarkan
uraian mengenai alam kehidupan dan jalan pembebasan di atas dapat ditirik
kesimpulan bahwa kehidupan semua makhluk selalu diliputi dengan penderitaan.
Penyebab dari penderitaan kehidupan semua makhluk adalah ketidaktahuan dan
keinginan akan mengalami kelahiran dan kematian atau kelahiran kembali di dalam
salah satu dari enam alam kehidupan.
Buddhisme
mengajarkan bahwa kelahiran, kematian dan kelahiran kembali adalah merupakan
suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Pada saat kematian, dimana hidupnya
telah tiada dan tubuhnya sudah tidak bernyawa, maka pikirannya akan terpisah
dari tubuh. Kematian merupakan suatu kejadian yang tidak dapat dihindari oleh
semua makhluk hidup, dan tidak ada tempat persembunyian untuk menghindarinya.
Pada saat kematian maka keinginan untuk hidup yang merupakan sumber
ketidaktahuan (avidya atau avijja) menyebabkannya untuk mencari keberadaan yang
baru dan karma yang dilakukannya pada kehidupan sebelumnya itu akan menentukan
tempat kelahiran kembali baginya.
Secara umum
perkawinan meruakan masalah yang dihadapi oleh setiap orang, baik anak muda
maupun orang tua. Bagi anak muda merupakan teka-teki antara harapan akan
kebahagiaan maupun kecemasan atau keragu-raguan yang harus dihadapi pada
waktu-waktu mendatang, dalam kehidupan berumah tangga. Sementara itu banyak orang
tua yang gelisah karena anaknya sudah cukup umur, tetapi belum juga ada tanda
tanda menemukan jodohnya.
C. Perkawinan
Pengertian
perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:
“Ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Sesuai dengan hukum alam, bahwa tak ada
sesuatu yang kekal.[2]
Maka dengan demikian tidak ada perkawinan yang bersifat kekal. Oleh karena itu
yang dimaksud dengan “kekal” dalam undang-undang tersebut adalah merupakan
cita-cita dan harapan yang harus diartikan secara moral. Dalam kenyataannya
dapat ditanyakan kepada masing-masing keluarga (Suami/istri), apakah mereka itu
sudah bisa mencapai kebahagian dimaksud? Apalagi tentang kekal, tentu tidak
akan terwujud karena bertentangan dengan hukum alam itu sendiri. Oleh karena
itu kata “kekal” disini berarti kekal yang terbatas, yaitu sampai salah seorang
suami/istri meninggal dan tak terjadi perceraian sebelumnya.
Untuk lebih luwes dan sesuai dengan
ajaran Sang Buddha, maka pengertian perkawinan akan lebih jelas dikatakan:
“Perkawinan
adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami – istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
sesuai dengan Dhamma.” Sebagai umat Buddha maka agar kita bisa membentuk
keluarga bahagia, kita harus mengikuti ajaran Sang Buddha tentang praktik
kehidupan yang benar. Dalam Samajivi Sutta, Sang Buddha telah menunjukkan
dasar-dasar perkawinan yang harmonis, yang serasi, selaras dan seimbang, yaitu
bila suami – istri itu terdapat persamaan atau persesuaian dalam Saddha
(keyakinan), Sila (kesusilaan), Caga (kemurahan hati), dan Panna (kebijaksanaan)
(Anguttara N. II,62)
Kesimpulan
- Hidup membujang baik laki-laki maupun wanita tidak melanggar ketentuan dalam agama Buddha.
- Vipassana Bhavana merupakan satu-satunya jalan yang lebih cepat yang telah diajarkan oleh Sang Buddha untuk mengubah tingkah kaku dan watak seseorang yang kurang baik menjadi lebih sabar, lebih tenang, tidak gelisah, tidak emosi, selalu waspada dengna pikiran terkendali serta bijaksana.
- Keseimbangan lahiriah dan batiniah hanya bisa dicapai dengan latihan meditasi secara intensif, sehingga kita mampu menghadapi segala tentangan, godaan dan hambatan dalam hidup ini, sehingga kita bsia merasakan hidup ini penuh dengan ketentraman dan kebahagiaan.
- Pada hakekatnya perselisihan atau pertengkaran dalam keluarga yang menjurus kepadaq perceraian adalah disebabkan karena salah satu pihak ingin memaksakan kepada pihak yang lain. Jika dalam hal ini pihak lain (suami/istri) tidak bsia menuruti kehendak kita, maka jalan yang paling aman adalah kita sendiri yang harus berani mengubah pikiran kita, sehingga tiada lagi pertengkaran di antara kita.
Daftar Pustaka
_ Myratana.blogsport.com
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Maaciww!! Udah mampir di Blog ane, Semoga Bermanfaat, janan lupa likenya ya :)